Monday, August 13, 2007

Berapa Besar Bobot Sebuah Doa?

Louise Redden, seorang ibu kumuh dengan baju kumal, masuk ke dalam sebuah supermarket. Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agar diperbolehkan mengutang. Ia memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit dan sudah seminggu tidak bekerja. Ia memiliki tujuh anak yang sangat membutuhkan makan. John Longhouse, si pemilik supermarket, mengusir dia keluar.

Sambil terus menggambarkan situasi keluarganya, si ibu terus menceritakan tentang keluarganya. "Tolonglah, Pak, Saya janji akan segera membayar setelah aku punya uang." John Longhouse tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut. "Anda tidak mempunyai kartu kredit, anda tidak mempunyai garansi," alasannya. Di dekat counter pembayaran, ada seorang pelanggan lain, yang dari awal mendengarkan percakapan tadi. Dia mendekati keduanya dan berkata : "Saya akan bayar semua yang diperlukan Ibu ini." Karena malu, si pemilik toko akhirnya mengatakan, "Tidak perlu, Pak. Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis. Baiklah, apakah ibu membawa daftar belanja ?" - " Ya, Pak. Ini," katanya sambil menunjukkan sesobek kertas kumal." Letakkanlah daftar belanja anda di dalam timbangan, dan saya akan memberikan gratis belanjaan anda sesuai dengan berat timbangan tersebut."

Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Louise menundukkan kepala sebentar, menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut, lalu dengan kepala tetap tertunduk, meletakkannya ke dalam timbangan. Mata Si pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah. Ia menatap Pelanggan yang tadi menawarkan si ibu tadi sambil berucapkecil, "Aku tidak percaya pada yang aku lihat." Si pelanggan baik hati itu hanya tersenyum. Lalu, si ibu kumal tadi mengambil barang-barang yang diperlukan, dan disaksikan oleh pelanggan baik hati tadi, si Pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi timbangan yang lain. Jarum timbangan tidak kunjung berimbang, sehingga si ibu terus mengambil barang-barang keperluannya dan si pemilik toko terus menumpuknya pada timbangan, hingga tidak muat lagi.

Si Pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat apa-apa. Karena tidak tahan, Si pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas daftar belanja si ibu kumal tadi. Dan ia-pun terbelalak. Di atas kertas kumal itu tertulis sebuah doa pendek : " Tuhan, Engkau tahu apa yang hamba perlukan. Hamba menyerahkan segalanya ke dalam tanganMu." Si Pemilik Toko terdiam. Si Ibu, Louise, berterimakasih kepadanya, dan meninggalkan toko dengan belanjaan gratisnya. Si pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang 50 dollar kepadanya. Si Pemilik Toko kemudian mencek dan menemukan bahwa timbangan yang dipakai tersebut ternyata rusak. Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu bobot sebuah doa.

KEKUATAN SEBUAH DOA
Segera setelah anda membaca cerita ini, ucapkanlah sebuah doa. Hanya itu.

Stop pekerjaan anda sekarang juga dan ucapkan sebuah doa untuk dia yang telah mengirimkannya kepada anda. Lalu, kirimkan e-mail ini kepada setiap orang atau sahabat yang anda kenal. Biarlah jaringan ini tidak terputus, karena DOA ADALAH HADIAH TERBESAR DAN TERINDAH YANG KITA TERIMA. Tanpa biaya, tetapi penuh daya guna.

Sunday, August 12, 2007

Ada Bapa Yang Mengemudi

Mazmur 23:2-3
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.

Seorang pembicara, Dr. Wan, menceritakan pengalamannya ketika ia dan seisi keluarganya tinggal di Eropa. Satu kali mereka hendak pergi ke Jerman. Dengan mengendarai mobil tanpa henti siang dan malam, mereka membutuhkan waktu tiga hari untuk tiba di sana. Mereka sekeluarga pun masuk ke dalam mobil -- dirinya, istrinya, dan anak perempuannya yang berumur 3 tahun. Anak perempuan kecilnya ini belum pernah bepergian pada malam hari. Malam pertama di dalam mobil, ia ketakutan dengan kegelapan di luar sana .
"Mau kemana kita, papa?"
"Ke rumah paman, di Jerman."
"Papa pernah ke sana ?"
"Belum."
"Papa tahu jalan ke sana ?"
"Mungkin, kita dapat lihat peta."
[Diam sejenak] "Papa tahu cara membaca peta?"
"Ya, kita akan sampai dengan aman."
[Diam lagi] "Dimana kita makan kalau kita lapar nanti?"
"Kita bisa berhenti di restoran di pinggir jalan."
"Papa tahu ada restoran di pinggir jalan?"
"Ya, ada."
"Papa tahu ada dimana?"
"Tidak, tapi kita akan menemukannya."


Dialog yang sama berlangsung beberapa kali dalam malam pertama, dan juga pada malam kedua. Tapi pada malam ketiga, anak perempuannya ini diam. Dr. Wan berpikir mungkin dia telah tertidur. Tapi ketika ia melihat ke cermin, ia melihat anak perempuannya itu masih bangun dan hanya melihat-lihat ke sekeliling dengan tenang. Dia bertanya-tanya dalam hati kenapa anak perempuan kecil ini tidak menanyakan pertanyaan-pertanyaannya lagi.
"Sayang, kamu tahu kemana kita pergi?"
"Jerman, rumah paman."
"Kamu tahu bagaimana kita akan sampai ke sana ?"
"Tidak"
"Terus kenapa kamu tidak bertanya lagi?"
"Karena papa sedang mengemudi."

Jawaban dari anak perempuan kecil berumur 3 tahun ini kemudian menjadi kekuatan dan pertolongan bagi Dr. Wan selama bertahun-tahun, ketika dia mempunyai pertanyaan-pertanyaan dan ketakutan-ketakutan dalam perjalanannya bersama Tuhan. Ya, Bapa kita sedang mengemudi. Kita mungkin tahu tujuan kita (seperti anak kecil yang tahu mau ke ‘Jerman' tanpa mengerti di mana atau apa itu sebenarnya). Kita tidak tahu jalan ke sana , kita tidak dapat membaca peta, kita tidak tahu apakah kita akan menemukan rumah makan sepanjang perjalanan. Tapi gadis kecil ini tahu hal terpenting, -- Papa sedang mengemudi -- dan dia aman.

Dia tahu papanya akan menyediakan semua yang dia butuhkan. Kenalkah engkau Bapa anda, Gembala Agung, sedang mengemudi hari ini? Apa sikap dan respon anda sebagai seorang penumpang, anak-Nya yang dikasihi-Nya?

Kita mungkin telah menanyakan terlalu banyak pertanyaan sebelumnya, tapi kita dapat menjadi anak kecil itu, belajar menyadari fokus terpenting adalah ‘Papa sedang mengemudi'. Tuhan adalah Bapa bagi anda. Ijinkan IA untuk mengemudikan hidup anda. Maka kekuatiran bukan menjadi milik anda lagi.

Saturday, August 11, 2007

Hidupmu Sudah Diatur Oleh Tuhan

Di salah satu gereja di Eropa Utara, ada sebuah patung Yesus Kristus yang disalib, ukurannya tidak jauh berbeda dengan manusia pada umumnya. Karena segala permohonan pasti bisa dikabulkan-Nya, maka orang berbondong-bondong datang secara khusus kesana untuk berdoa, berlutut dan menyembah,hampir dapat dikatakan halaman gereja penuh sesak seperti pasar.

Di dalam gereja itu ada seorang penjaga pintu, melihat Yesus yang setiap hari berada di atas kayu salib, harus menghadapi begitu banyak permintaan orang, ia pun merasa iba dan di dalam hati ia berharap bisa ikut memikul beban penderitaan Yesus Kristus. Pada suatu hari, sang penjaga pintu pun berdoa menyatakan harapannya itu kepada Yesus.

Di luar dugaan, ia mendengar sebuah suara yang mengatakan, "Baiklah! Aku akan turun menggantikan kamu sebagai penjaga pintu, dan kamu yang naik di atas salib itu, namun apapun yang kau dengar, janganlah mengucapkan sepatah kata pun." Si penjaga pintu merasa permintaan itu sangat mudah.

Lalu, Yesus turun, dan penjaga itu naik ke atas, menjulurkan sepasang lengannya seperti Yesus yang dipaku diatas kayu salib. Karena itu orang-orang yang datang bersujud, tidak menaruh curiga sedikit pun. Si penjaga pintu itu berperan sesuai perjanjian sebelumnya, yaitu diam saja tidak boleh berbicara sambil mendengarkan isi hati orang-orang yang datang.

Orang yang datang tiada habisnya, permintaan mereka pun ada yang rasional dan ada juga yang tidak rasional, banyak sekali permintaan yang aneh-aneh. Namun, demikian, si penjaga pintu itu tetap bertahan untuk tidak bicara, karena harus menepati janji sebelumnya.

Pada suatu hari datanglah seorang saudagar kaya, setelah saudagar itu selesai berdoa, ternyata kantung uangnya tertinggal. Ia melihatnya dan ingin sekali memanggil saudagar itu kembali, namun terpaksa menahan diri untuk tidak ber bicara. Selanjutnya datanglah seorang miskin yang sudah 3 hari tidak makan, ia berdoa kepada Yesus agar dapat menolongnya melewati kesulitan hidup ini. Ketika hendak pulang ia menemukan kantung uang yang ditinggalkan oleh saudagar tadi, dan begitu dibuka, ternyata isinya uang dalam jumlah besar. Orang miskin itu pun kegirangan bukan main, "Yesus benar-benar baik, semua permintaanku dikabulkan!" dengan amat bersyukur ia lalu pergi.

Diatas kayu salib, "Yesus" ingin sekali memberitahunya, bahwa itu bukan miliknya. Namun karena sudah ada perjanjian, maka ia tetap menahan diri untuk tidak berbicara. Berikutnya, datanglah seorang pemuda yang akan berlayar ke tempat yang jauh. Ia datang memohon agar Yesus memberkati keselamatannya. Saat hendak meninggalkan gereja, saudagar kaya itu menerjang masuk dan langsung mencengkram kerah baju si pemuda, dan memaksa si pemuda itu mengembalikan uangnya. Si pemuda itu tidak mengerti keadaan yang sebenarnya, lalu keduanya saling bertengkar.

Di saat demikian, tiba-tiba dari atas kayu salib "Yesus" akhirnya angkat bicara. Setelah semua masalahnya jelas, saudagar kaya itu pun kemudian pergi mencari orang miskin itu, dan si pemuda yang akan berlayar pun bereggas pergi, karena khawatir akan ketinggalan kapal.

Yesus yang asli kemudian muncul, menunjuk ke arah kayu salib itu sambil berkata, "TURUNLAH KAMU! Kamu tidak layak berada disana." Penjaga itu berkata, "Aku telah mengatakan yang sebenarnya, dan menjernihkan persoalan serta memberikan keadilan, apakah salahku?"

"Kamu itu tahu apa?", kata Yesus. "Saudagar kaya itu sama sekali tidak kekurangan uang, uang di dalam kantung bermaksud untuk dihambur-hamburkannya. Namun bagi orang miskin, uang itu dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sekeluarga. Yang paling kasihan adalah pemuda itu. Jika saudagar itu terus bertengkar dengan si pemuda sampai ia ketinggalan ka pal, maka si pemuda itu mungkin tidak akan kehilangan nyawanya. Tapi sekarang kapal yang ditumpanginya sedang tenggelam di tengah laut."

Ini kedengarannya seperti sebuah anekdot yang menggelikan, namun dibalik itu terkandung sebuah rahasia kehidupan...

Kita seringkali menganggap apa yang kita lakukan adalah yang paling baik, namun kenyataannya kadang justru bertentangan. Itu terjadi karena kita tidak mengetahui hubungan sebab-akibat dalam kehidupan ini.

Kita harus percaya bahwa semua yang kita alami saat ini, baik itu keberuntungan maupun kemalangan, semuanya merupakan hasil pengaturan yang terbaik dari Tuhan buat kita, dengan begitu kita baru bisa bersyukur dalam keberuntungan dan kemalangan dan tetap bersuka cita.

Sebab kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan buat kita. (Roma 8:28)

Tetap Semangat Gbu